Sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) sengketa Pilkada Kota Banjarbaru dijadwalkan Senin, 20 Januari 2025 mendatang. Dengan agenda mendengarkan jawaban KPU Kota Banjarbaru, keterangan pihak terkait, yakni Bawaslu dan pasangan calon Lisa-Wartono).
Ketua Tim Hukum Banjarbaru Hanyar (Haram Manyarah) Dr Muhamad Pazri menyampaikan, dalam sidang MK sebelumnya, ada beberapa hal yang menjadi catatan, yakni Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta KPU dan Bawaslu Banjarbaru maupun pihak terkait, untuk menjelaskan dampak dari diskualifikasi Paslon 02 menjelang hari pemungutan suara.
“Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih juga meminta KPU Banjarbaru untuk menjelaskan secara rinci, mengenai pelaksanaan Pilkada menggunakan surat suara bergambar dua Paslon,” katanya, Selasa (14/1/2025).
Catatan selanjutnya, dikatakan Pazri, dari Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh meminta kepada KPU untuk menguraikan data perolehan suara hasil Pilkada secara detail, khususnya pada suara tidak sah. Terakhir, KPU Banjarbaru diminta untuk menjelaskan alasan, berkaitan dengan tidak melakukan pencetakan ulang surat suara.
“Menurut kami, KPU Kota Banjarbaru harus menjawab secara merinci dan mendasar, alasan mengapa tidak ada mencetak surat suara dengan menyediakan kolom kosong?” Paparnya.
Pihaknya menduga, KPU Kota Banjarbaru (Termohon) dan para pihak terkait nantinya akan sulit membantah dan menjelaskan secara detail klarifikasi itu, terlebih mengenai apa yang kami dalilkan dalam permohonan sebelumnya, mengingat ada dugaan pelanggaran konstitusional mengenai hak memilih secara serius dan kenapa kolom kosong tidak diterapkan.
Karena Kesalahan terbesar Termohon terletak pada cara menerapkan Keputusan KPU 1774/2024 terhadap tidak sahnya surat suara karena paslon terdiskualifikasi.
“Perlu Para Pemohon garis bawahi, ketentuan tidak sahnya suara karena tanda coblos paslon terdiskualifikasi hanya bisa diterapkan apabila pembatalan tidak menyebabkan peserta pemilihan menjadi calon tunggal. Sedangkan untuk calon tunggal mekanismenya tetap melawan kolom kosong, sebagaimana diatur dalam Pasal 54C ayat (1), (2), dan (3) UU Pemilukada juncto Pasal 80 dan Pasal 81 PKPU 17/2024,” terangnya.
Alih-alih melaksanakan ketentuan UU Pemilukada, Termohon justru tetap mencantumkan foto, gambar, dan nomor urut Paslon terdiskualifikasi pada surat suara, yang mana bila surat suara tersebut dicoblos, maka dikonversi sebagai suara tidak sah. Akibatnya, suara pemilih yang mencoblos paslon terdiskualifikasi, kehilangan hak memilih (right to vote).
Bila mengikuti logika Termohon mengenai proses pemungutan dan penghitungan suara, maka hanya menyisakan pilihan Paslon Nomor 1 sebagai suara sah. Pilihan selain Paslon Nomor 1 akan dinyatakan sebagai suara tidak sah.
Karenanya, Pemilukada Kota Banjarbaru sejatinya bukanlah pemilihan umum, karena berapapun suara Paslon 1, pasti nilainya menang, dan Mengingat KPU Kota Banjarbaru diduga tidak melaksanakan tugas dengan profesional, maka dengan demikian patut untuk dilakukan penyelenggaraan Pemilukada Kota Banjarbaru Ulang pada tahun berikutnya atau pemilihan ulang Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru yang pelaksanaannya harus diambil alih oleh KPU RI.
“Termohon juga harus menjawab, kenapa tidak melaksanakan mekanisme calon tunggal melawan kolom kosong di atas, karena sangat jelas bertentangan dengan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi yang pada pokoknya melarang pemilihan umum dimenangkan secara aklamasi oleh calon tunggal,” imbuhnya.
Hal tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XVII/2019 dan Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024
“Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka sejatinya Pemilukada Kota Banjarbaru bukanlah pemilihan umum, tetapi aklamasi untuk memenangkan salah satu pasangan calon, hal mana melanggar prinsip pemilihan umum yang seharusnya memberikan opsi dan kebebasan untuk memilih,” tutupnya. Stn [IK]