Pembacaan tuntutan terhadap Direktur PT Mediasi Delta Alfa (MDA) Arianto, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan (Kalsel), di Pengadilan Negeri Banjarmasin Selasa (28/5/2024) lalu, banyak menjadi perhatian publik.
Pasalnya Arianto diduga melakukan penipuan hingga merugikan korbannya sebesar Rp 23 miliar, hanya dituntut 10 bulan penjara. Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU Ira SH yang diwakilkan oleh Syafiri SH.
“Menuntut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Arianto dengan pidana penjara selama 10 bulan dan menetapkan masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ujar JPU ketika itu.
Mendengar tuntutan yang hanya 10 bulan penjara itu, Kuasa Hukum korban dari JUSTITIA LAW FIRM & Co Bernard Doni bersama Muhammad maulana, SH,MH angkat bicara, “Atas tuntutan yang dibacakan oleh JPU terhadap terdakwa Arianto, di Pengadilan Negeri Banjarmasin kemarin mencerminkan rasa ke tidak adilan bagi korban,” katanya kepada wartawan, Jum’at (7/6/2024).
Pihaknya mewakili korban sudah melayangkan surat ke Kejaksaan Agung dan Ketua Mahkamah Agung, selanjutnya mengajukan surat kepada Majelis Hakim agar bisa memberikan putusan dengan rasa keadilan.
“Kita menduga ada sesuatu yang tidak sesuai standar operasional di Kejaksaan, kerugian yang begitu besar Rp 23 miliar, bahkan terhadap terdakwa tidak ada aset yang disita dan terdakwa diberikan tuntutan hanya 10 bulan penjara,” imbuhnya.
Atas perkara ini, Doni menambahkan, semoga saja tidak menjadi preseden buruk penegakan hukum di Kalsel, karena ini akan memberikan efek yang negatif bagi masyarakat, dimana ketika orang melakukan kejahatan dengan nilai yang begitu fantastis hanya dituntut 10 bulan.
“Maka yang ditakutkan diikuti oleh orang-orang yang melakukan kejahatan serupa, mudah-mudahan apa yang kita sampaikan menjadi perhatian bagi Majelis Hakim nanti untuk memberikan putusan yang adil,” pintanya.
Dalam persidangan kemarin dari saksi yang meringankan terdakwa, dikatakan bahwa terdakwa ini merupakan bendahara umum dari salah satu pasangan capres, lanjutnya. Pihaknya menduga, apakah keistimewaan yang diberikan terdakwa ini karena ada intervensi.
“Kita akan terus melakukan upaya hukum untuk mencari keadilan, baik melalui perdata atau pengembalian asetnya melalui TPPU dan apabila putusan tidak sesuai dengan rasa keadilan kita akan minta kepada JPU untuk melakukan upaya hukum banding,” paparnya.
Perlu diketahui, dalam proyek fiktif ini terdakwa berani memalsukan Kop Surat, Stempel, Nama Dan NIK Pegawai, hingga Tanda Tangan pegawai.
“Ada 5 instansi yang dokumennya dipalsukan, yakni Universitas Padjadjaran Bandung, Dinkes Surabaya, RS Islam Faisal Makassar, RSUD Anutapura Palu dan RS Budi Mulia Bitung,” tutupnya. Stn [IK]