Sidang lanjutan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas proyek di Dinas PUPR Kalsel, menghadirkan tiga saksi ahli, di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banjarmasin, Rabu (28/5/2025).
Berdasarkan kesaksian ahli tersebut, dua terdakwa yaitu Agustya Febri dan Akhmad, berpeluang bebas. Dua ahli yang dihadirkan menyampaikan keduanya tak bisa diseret ke meja hijau karena tak terlibat langsung diperkara utama.
Prof Basuki Winarno, saksi ahli pidana Tipikor dari Universitas Air Langga Surabaya, mengatakan bahwa dalam perkara ini, yang mana keduanya didakwakan melanggar Pasal 12 huruf b UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tak bisa dihubungkan. Pasalnya, di pasal itu lebih ke personil dan gratifikasi berhubungan dengan jabatan yang melekat padanya.
“Karena yang namanya gratifikasi itu merupakan person, yang tentu pasti ada hubungannya dengan jabatan yang dimiliki, sedangkan uang yang dititipkan ke terdakwa, tanpa ada hubungannya dengan jabatan yang dimiliki, jadi tidak bisa dikaitkan dengan pasal 55 dan itu harus dibebaskan,” ucapnya.
Apalagi dalam kasus ini dikatakannya, terdakwa tidak mengetahui asal uang serta tidak menggunakannya. Dalam hal ini, hanya dititipkan oleh terdakwa lain. “Jadi dia (terdakwa, red) tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” paparnya.
Dia menambahkan, meski status terdakwa Febri adalah ASN. Namun, dalam kasus ini dia yang tak punya kewenangan dalam jabatan, maka pasal tersebut tak bisa dikaitkan.
“Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim harus bisa membedakan antara menerima suap atau gratifikasi dengan menerima titipan. Karena menerima titipan itu tidak bisa dikaitkan ke pasal turut serta,” tegasnya.
Hal serupa juga dikatakan Anang Shophan Tornado, ahli yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa Ahmad. Menurutnya, bahwa dalam kasus suap atau gratifikasi di Dinas PUPR Provinsi Kalsel, apabila terdakwa adalah seorang swasta dan tidak ada kaitannya dengan gratifikasi atau pokok perkara awal, maka dia tidak bisa diseret atau dijerat ke pidana suap atau gratifikasi dengan pasal turut serta.
Dia menjelaskan, dalam perkara ini, sebagai pihak swasta dan tak terlibat langsung di perkara korupsi, maka terdakwa tak bisa diseret ke turut serta kegiatan korupsi dan gratifikasi.
“Dalam perkara ini, terdakwa Ahmad hanya menerima, dia pun tak mengetahui asal usul uang tersebut dari korupsi, maka sangat mungkin majelis menggunakan kewenangannya untunk memaafkan terdakwa Ahmad dengan putusan bebas murni,” ujarnya.
Untuk diketahui, JPU KPK mendakwa mereka berdua dengan Pasal 12 hurup b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 KUHP. Stn [IK]