24 C
Banjarbaru
Rabu, Oktober 15, 2025
spot_img

Seni Budaya Jadi Fondasi Nasionalisme, Taufik Arbain Ingatkan Tantangan Globalisasi

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dr. Taufik Arbain, menegaskan pentingnya seni dan budaya lokal sebagai pilar dalam memperkuat rasa nasionalisme bangsa. Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber pada Sosialisasi Seni dan Budaya yang digelar Kesbangpol Provinsi Kalimantan Selatan di Grand Qin Hotel Banjarbaru, Kamis (25/9/2025).

Dalam paparannya berjudul “Nilai-Nilai Seni Budaya Menuju Jalan Kuat Rasa Nasionalisme Bangsa”, Taufik menjelaskan bahwa realitas sosial dibangun melalui interaksi, simbol, dan nilai yang diwariskan lintas generasi. Menurutnya, seni budaya lokal merupakan hasil konstruksi sosial yang ketika dikontekstualisasikan dalam narasi kebangsaan, dapat menjadi dasar ideologis bagi nasionalisme.

“Proses pewarisan budaya, seperti lagu daerah, tarian, dan cerita rakyat, tidak sekadar hiburan. Ia adalah konstruksi sosial yang bisa diproyeksikan untuk memperkuat kebangsaan,” ujarnya.

Taufik yang juga lebih dikenal sebagai budayawan Banjar, menyoroti derasnya arus globalisasi dan penetrasi budaya asing melalui media sosial yang membuat generasi muda lebih akrab dengan budaya global ketimbang budaya lokal. Kondisi ini, lanjutnya, menimbulkan tantangan serius, termasuk potensi konflik berbasis identitas serta ancaman disintegrasi.

“Budaya lokal jangan hanya dilihat sebagai warisan, tetapi juga sebagai instrumen persatuan, penguat industri kreatif, sekaligus citra Indonesia di mata dunia,” jelas Ketua Dewan Kesenian Kalsel periode 2023–2027 tersebut.

Ia mengutip teori Imagined Communities dari Benedict Anderson bahwa bangsa adalah “komunitas terbayang” yang terbentuk melalui simbol dan narasi kolektif. Karena itu, seni budaya lokal menurutnya dapat menjadi narasi pemersatu bangsa sekaligus menumbuhkan kebanggaan terhadap identitas nasional.

Lebih jauh, Taufik mengingatkan adanya irisan budaya baik secara eksternal dengan bangsa lain maupun internal antar-suku di Indonesia. Jika tidak dikelola dengan bijak, irisan ini bisa menimbulkan klaim identitas yang berujung konflik. Namun, jika dimaknai positif, irisan budaya justru menjadi kekuatan kebersamaan.

Dalam paparannya, Taufik turut mengangkat petuah lokal Banjar yang sarat makna kebersamaan, di antaranya “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung” serta “Rumput jangan maalahakan banua”. Petuah tersebut menurutnya adalah kearifan lokal yang relevan untuk menjaga harmoni sosial di era modern.

Sebagai tawaran pemikiran, Taufik mendorong pemerintah dan masyarakat agar terus mengintegrasikan nilai-nilai budaya dalam kebijakan publik, mengawasi arus misinformasi dan hoaks yang berpotensi memecah belah, serta mengisi ruang interaksi lintas budaya dengan semangat harmoni kebangsaan.

“Nasionalisme harus dibangun dalam ruang kesetaraan dan kepatutan, bukan dalam hegemoni kuasa. Dengan begitu seni budaya benar-benar menjadi fondasi kebersamaan bangsa,” tutupnya. As

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest Articles