Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), menggelar sidang perdana terhadap dua kontraktor yakni Andi Susanto dan Sugeng Wahyudi dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut diketuai oleh Cahyono Riza Adrianto, beranggotakan Indra Mainanta dan Arif Winarno. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Meyer Volmar Simanjuntak mendakwa dengan dakwaan alternatif yaitu melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Kenapa dua pasal diajukan, karena memang mereka erat kaitannya, maka dikenakan juga jo 55 turut serta bersama- sama memberikan uang suap untuk mendapatkan proyek pekerjaan di PUPR Kalsel,” katanya.
Terkait barang bukti yang hanya Rp 1 miliar dalam persidangan, padahal dalam OTT ada Rp 13 miliar, Meyer menjelaskan, persidangan ini sidang pemberian suap, kedua orang ini didalam berkas yang kami teliti memberikan Rp 1 miliar serta beberapa ratus juta terkait proyek itu. Sehingga yang sekarang kami limpah terhadap dua orang itu Rp 1 miliar saja.
“Mengenai barang bukti saat konferensi pers tentu saja masih berjalan, diikuti saja perkembangannya. Karena masih ada kegiatan penyidikan di perkara penerimanya, ini baru fokus ke pemberian suapnya,” paparnya.
Menanggapi dakwaan JPU KPK, kuasa hukum Andi Susanto dan Sugeng Wahyudi yaitu Maju Posko Simbolon dari HPS Lawyer menyatakan keberatan dan menolak dakwaan tersebut. Karena menurutnya cacat formil.
“Kami telah menyampaikan eksepsi (keberatan) atas dakwaan. Yang pokoknya surat dakwaan itu mohon dibatalkan demi hukum. Karena kami memang melihat ada penyimpangan dari segi formil,” imbuhnya.
Maksud penyimpangan formil itu seperti penguraian unsur pasal 5 ayat 1 b tidak sempurna, lanjutnya. Tentunya di situ harus dimuat secara sempurna dalam surat dakwaan, tapi ini tidak.
“Contohnya seperti unsur niat jahat, persekongkolan dari awal seperti apa dan tindak pidana yang seperti apa dilakukan. Jadi hemat kami tidak tepat menerapkan pasal 5 itu,” imbuhnya.
Sidang akan kembali dilanjutkan, Senin 6 Januari 2025 mendatang, dengan agenda tanggapan KPU KPK atas eksepsi yang disampaikan Tim Kuasa Hukum kedua terdakwa. Stn [IK]