28.2 C
Banjarbaru
Minggu, Agustus 3, 2025
spot_img

Jalan Sunyi Pancasila

Oleh : IBG Dharma Putra

Pengamalan Pancasila sejatinya bukan sekadar pengulangan ucapan lima sila inspektur dalam upacara kenegaraan tetapi dicerminkan dalam
kehidupan keseharian, dihadirkan dalam sikap dan cara memandang diri sendiri dan sesama anak bangsa bahkan sesama manusia.

Pancasila yang diamalkan akan menata cara berpikir, bersikap, berkata dan berbuat sesuai harmoni semesta sekaligus menjadi tuntunan untuk merawat kemanusiaan, menjaga damai dan setia kepada keadilan ataupun kebenaran, dalam berbagai situasi hidup, termasuk saat menghadapi kenyataan yang tak selalu sesuai harapan.

Memahami Pancasila sebagai ideologi berarti menerima hidup secara utuh, keberuntungan dan kemalangan, kelapangan dan keterbatasan dan selalu berpikir kritis produktif, supaya bisa menjadikan pasang surut itu sebagai pelajaran agar manusia tetap mengedepankan tanggung jawab, kepedulian, dan pengendalian diri.

Pengamalan Pancasila adalah jalan batin yang tak gaduh, namun tegas, tak riuh, namun penuh makna, karena terletak pada tindakan konkret dan kesadaran yang jernih dalam setiap nafas kehidupan di keseharian.

Pengamalan Pancasila adalah jalan kebebasan dan kemandirian manusia yang dipenuhi oleh kumpulan pengalaman, persinggahan stimulasi inderawi untuk dijadikan opini, perbenturan ide di hening dialektika, disatu padukan dijadikan kebenaran dan nyala inspirasi kejernihan nurani.

Kesadaran Pancasila membuat penggalan opini, dan terutama kebenaran dan inspirasi itu, dapat diterima sebagai bekal dalam menempuh hidup dan kehidupan, yang sering absurd, vulgar dan penuh paradoks. Kehidupan yang menunjukkan sebuah kenyataan yang berbeda dengan semua rencana, asa bahkan mimpi manusia.

Tamparan kemalangan nasib disertai kehidupan yang memang sering jauh dari harapan adalah hal yang sangat wajar dan wajib dipelajari serta dipahami sehingga manusia tetap dipenuhi oleh kepedulian dengan cara menjaga komunikasi, menegakkan tanggung jawab serta merawat keinginan berguna bagi sesamanya.

Perjalanan ini, pada akhirnya, bukan berbicara tentang pencapaian duniawi, melainkan tentang pengendalian diri yang konsisten, menata nafas, menata langkah, menata pikiran untuk tercapai ketenangan yang sejati, di mana nurani menjadi teduh, dan jiwa tidak lagi gaduh.

Sebagian orang menempuhnya dengan perilaku kebatinan, mengatur pernafasan, baik dengan dua lubang hidung dalam ritme biasa, ataupun dengan satu lubang hidung secara bergantian, perlahan dan hening, hingga tubuh hangat oleh aliran tenaga yang jernih. Sebagian lagi memilih melalui ketekunan kerja, kecermatan belajar dan berlatih.

Semua itu dilakukan agar bisa punya kehadiran utuh dalam kehidupan, berada dimanapun dia sedang berada, tidak lagi terganggu oleh hiruk pikuk luar, tidak terbelenggu waktu atau ruang.
Berujung pada kebebasan memilih bersikap benar, berkata jujur dan berbuat baik, bukan demi pujian atau kekuasaan, tetapi demi menemukan ketenangan yang mencerahkan.

Sebuah perilaku mendaki sunyi, perjalanan diam untuk menemukan kembali jati dirinya sebagai manusia yang substansi dan menghakekat. Dan pada titik inilah, Pancasila menjadi nyata, bukan sekedar konsep, teori atau simbol. Pancasila hadir mewarnai nafas, membuat manusia memanusiakan manusia, tak sekedar mengejar hasil tapi menapaki proses secara intens serta konsisten jujur, setia, disiplin dan bertanggung jawab pada sesama dan semesta.

Itulah Pancasila, keheningan bening membuat damai, dan aku mencintainya. *As

Banjarmasin, 17072025

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest Articles