27 C
Banjarbaru
Selasa, Desember 2, 2025
spot_img

BMKG Perkuat Literasi Publik Membaca Atmosfer: Satelit, Radar, Hingga Deteksi Awan CB

Upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap perubahan cuaca ekstrem terus dilakukan BMKG melalui program MOSAIC 2025. Pada sesi materi yang berlangsung di Hotel Novotel Banjarbaru, Rabu (26/11/2025), Agita Vivi Wijayanti, S.Tr., M.Si, Senior Forecaster BMKG, menyampaikan materi tentang cara membaca atmosfer menggunakan data satelit, radar cuaca, dan observasi permukaan sebagai dasar mitigasi risiko bencana

Dalam paparannya, Agita menjelaskan bahwa kemampuan memahami dinamika atmosfer tidak lagi hanya menjadi ranah teknis para analis meteorologi, tetapi perlu dimiliki masyarakat, terutama komunitas siaga bencana, relawan kebencanaan, hingga pengambil keputusan daerah.

“Informasi cuaca bukan hanya angka, tapi visual yang bisa dibaca dan dipahami. Masyarakat perlu tahu cara mengenali awan pembawa hujan ekstrem atau tanda cuaca buruk melalui citra satelit dan radar,” tegasnya.

Bagaimana Cara Membaca Awan dan Atmosfer?

Melalui visual satelit dan klasifikasi awan, peserta dikenalkan pada karakteristik awan Cumulonimbus (CB) — awan berlapis tinggi hingga 15.000 meter dan sering menjadi pemicu hujan lebat, angin kencang, kilat, petir, hingga hujan es dan puting beliung. Pada halaman 11 ditunjukkan proses pertumbuhan dan peluruhan awan CB yang sangat cepat sehingga perlu diwaspadai sebagai pemicu bencana hidrometeorologis

Selain itu, peserta juga belajar membedakan awan rendah, menengah, hingga awan tinggi seperti cirrus, altocumulus, hingga stratocumulus (halaman 10). Pemahaman visual ini penting sebagai langkah awal deteksi cuaca harian berbasis observasi langit langsung

Radar dan Satelit: Mata 24 Jam Pemantau Awan dan Cuaca Ekstrem

Agita menjelaskan bahwa teknologi satelit Himawari-9 berperan dalam memantau pertumbuhan awan, deteksi titik panas, mengestimasi curah hujan, hingga membaca kelembapan atmosfer. Pada halaman 12–17 ditunjukkan contoh citra Visible dan Infrared yang digunakan untuk membaca intensitas awan serta potensi hujan deras dalam 1–3 jam ke depan melalui produk Rainfall Potential dan Water Vapour

Tidak hanya satelit, Radar Cuaca turut menjadi alat pemantauan berbasis jarak untuk mendeteksi posisi, intensitas hujan, serta pergerakan sel awan. Produk radar seperti CMAX, SRI, hingga PAC (halaman 19–20) menjadi dasar informasi Nowcasting — prakiraan sangat singkat 0–3 jam ke depan yang sangat diperlukan untuk respons cepat lapangan

IBF – Dari Informasi Cuaca Menjadi Dampak

Di penghujung paparan, Ia memberikan penjelasan mengenai Impact Based Forecast (IBF) — pendekatan prakiraan cuaca berbasis dampak, bukan hanya angka curah hujan. Pada halaman 25 dipaparkan bahwa IBF menjembatani data meteorologi menjadi informasi yang bisa langsung dipahami masyarakat, seperti risiko banjir, akses terputus, hingga kesiapan evakuasi

“Akhirnya bukan hanya mengetahui cuaca akan seperti apa, tetapi memahami apa yang akan terjadi dan siapa yang terdampak. Itulah inti dari mitigasi,” jelas Agita.

Melalui sesi ini, peserta MOSAIC 2025 diharapkan mampu membaca atmosfer secara sederhana, memanfaatkan informasi radar dan satelit, serta lebih cepat mengambil tindakan preventif ketika cuaca ekstrem terdeteksi. As

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Latest Articles

- Advertisement -spot_img