Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap dinamika cuaca sebagai dasar mitigasi risiko bencana hidrometeorologis.
Penekanan ini disampaikan oleh Ota Welly Jenni Thalo, Kepala Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor Banjarmasin, saat menjadi narasumber pada kegiatan Sosialisasi Masyarakat Indonesia Siaga dan Adaptif Informasi Cuaca (MOSAIC) Tahun 2025 yang digelar di Hotel Novotel Banjarbaru, Rabu (26/11/2025).
Menurutnya, cuaca ekstrem tidak terjadi begitu saja, tetapi dipicu oleh berbagai faktor atmosfer baik skala lokal maupun global. Pada sesi presentasi, dijelaskan bahwa pemahaman dasar mengenai cuaca dan iklim menjadi langkah pertama dalam membangun masyarakat yang siaga dan adaptif informasi cuaca. Paparan tersebut disampaikan melalui materi bertajuk Pemahaman Karakteristik Cuaca Indonesia sebagai Dasar Mitigasi Risiko Cuaca Ekstrem
“Cuaca dapat berubah sangat cepat, sementara iklim adalah pola jangka panjangnya. Ketika masyarakat memahami keduanya, maka kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana akan jauh lebih baik,” ujar Ota.
Dalam pemaparan, Ota Welly menjelaskan sejumlah faktor yang sangat mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia. Materi pada halaman 12 menunjukkan lima pengendali utama cuaca wilayah tropis, yaitu ENSO (El Niño – La Niña), Indian Ocean Dipole (IOD), Madden–Julian Oscillation (MJO), Monsun, dan Siklon Tropis yang masing-masing memiliki dampak terhadap peningkatan maupun penurunan curah hujan
Fenomena La Niña cenderung meningkatkan peluang hujan dan potensi banjir, sementara El Niño sering membawa kondisi lebih kering. Sementara itu, gelombang atmosfer MJO dapat memicu pembentukan awan hujan dalam siklus 30–90 hari, dan angin monsun menjadi penentu musim hujan serta kemarau di Indonesia.
Mengenal Parameter Cuaca untuk Deteksi Dini Bahaya
Selain memahami penyebab cuaca, masyarakat perlu mengenali indikator-indikator yang diamati BMKG dalam analisis harian. Pada halaman 21, ditampilkan delapan parameter utama, di antaranya suhu udara, kelembapan, tekanan udara, angin, awan, curah hujan, penyinaran matahari, hingga potensi petir. Kombinasi parameter ini menjadi dasar penyusunan peringatan dini cuaca dan informasi prakiraan harian kepada publik
Ota menekankan, awan Cumulonimbus (CB) merupakan indikator visual yang perlu diwaspadai masyarakat karena dapat memicu hujan lebat, petir, angin kencang hingga puting beliung (halaman 29)
Cuaca Ekstrem Bisa Diprediksi – Masyarakat Harus Adaptif
Dengan pemahaman cuaca yang benar, masyarakat diharapkan tidak hanya menerima informasi BMKG, tetapi juga mampu merespons secara tepat dan cepat ketika peringatan dini dikeluarkan. Ota menyebut bahwa program MOSAIC hadir untuk menumbuhkan budaya siaga dan sadar risiko, khususnya di wilayah rawan banjir dan angin kencang di Kalimantan Selatan.
“Mitigasi cuaca ekstrem bukan sekadar menunggu peringatan, tetapi memahami tanda-tandanya, mengenali pola alaminya, dan bertindak sebelum dampak membesar,” ujarnya menutup paparan.
Melalui kegiatan MOSAIC 2025, BMKG berharap lahir masyarakat yang tangguh bencana, paham cuaca, dan mampu mengambil keputusan yang benar demi keselamatan bersama. As![]()









