24.6 C
Banjarbaru
Sabtu, Oktober 4, 2025
spot_img

Suara Masyarakat di Balik Kamera ETLE di dekat Tugu Angsau Pelaihari

Oleh: Rachmad Suryadi, S.H.,M.Kn.,C.Med.

Penerapan kamera ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) sejatinya dimaksudkan untuk meningkatkan kedisiplinan berlalu lintas dan menekan angka pelanggaran. Namun, di balik tujuan mulia tersebut, ada suara protes masyarakat disekitar pemasangan kamera ETLE. Bukan berarti masyarakat menolak ketertiban, tetapi lebih pada aspek sosial,ekonomi,budaya, keadilan, transparansi, dan edukasi yang dirasa belum sepenuhnya hadir dalam sistem ETLE.

Pertama, kurangnya sosialisasi menjadi masalah utama. Banyak pengendara yang tidak sepenuhnya memahami aturan yang diawasi kamera ETLE. Alhasil, banyak pelanggaran yang terjadi, tanpa adanya peringatan atau edukasi terlebih dahulu. Padahal, fungsi hukum bukan hanya menindak, tetapi juga mendidik dan mengedukasi sehingga tercipta kesadaran dan budaya hukum di masyarakat.

Kedua, akuratkah kamera ini di pasang di titik bukan tempat lampu pemberhentian lalulintas dan berdekatan dengan tempat ibadah masjid bagi umat islam ? Ada beberapa kasus di daerah lain yang memperlihatkan adanya salah tangkap data, misalnya kesalahan pembacaan plat nomor atau kondisi gambar yang buram.

Hal ini menimbulkan keresahan, karena masyarakat bisa merasa dihukum atas kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan dan kamera ini juga dirasa oleh masyarakat sekitar yang melaksanakan ibadah dan pengajian di masjid yang sebagian besar terbiasa menggunakan peci secara langsung ini menjadi problem bagi umat dan jamaah masjid agar bisa merubah kebiasaan ini.

Ketiga, akses klarifikasi yang terbatas juga menjadi sorotan. Bagi masyarakat perkotaan dan yang terpelajar yang melek digital, mungkin tidak sulit untuk mengakses layanan online. Namun, bagaimana dengan masyarakat kampung atau desa yang masih terbatas dengan fasilitas? Tilang elektronik akhirnya menimbulkan kesan diskriminatif.

Selain itu, aspek sosial-ekonomi juga tidak boleh diabaikan. Denda yang tinggi dianggap membebani masyarakat kecil, terutama yang penghasilannya pas-pasan. Alih-alih mendidik, sanksi ini justru terasa menghukum secara berat sepihak.

Di sisi lain,lokasi pemasangan kamera juga dipertanyakan ?. Jika benar-benar untuk keselamatan, kamera seharusnya dipasang di titik rawan kecelakaan, bukan di titik rawan pelanggaran. Kritik masyarakat muncul karena merasa ETLE lebih mengejar pendapatan denda ketimbang melindungi nyawa.

Pada akhirnya, protes masyarakat bukanlah bentuk penolakan terhadap ketertiban lalu lintas. Sebaliknya, protes ini merupakan suara koreksi agar penerapan ETLE tidak kehilangan roh keadilan. Masyarakat ingin adanya pendekatan edukatif, sistem klarifikasi yang mudah, serta transparansi penggunaan teknologi.

Jika semua ini diperhatikan, kamera ETLE bukan hanya menjadi “mata” yang mengawasi, tetapi juga “hati” yang mendidik demi keselamatan bersama. *

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest Articles